Menuju Puncak Mahameru
Gunung terakhir dari rangkaian
pendakian kami adalah Gunung Semeru (3.676m dpl) , gunung tertinggi di pulau
Jawa. Mahameru menjadi semakin terkenal ketika film 5cm mengisahkan perjalanan
pendakian ke gunung ini. Keelokan alamnya sejak dari desa terakhir, Ranu Pane
sampai ke Puncak Mahameru lah yang menjadi daya tarik untuk mendaki gunung ini.
Tidak heran jika Semeru menjadi favorit pendaki lokal maupun manca Negara.
Legenda Gunung Semeru
Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di pulau
Jawa, secara geografis letak gunung ini berada di dua wilayah administratif Kab
Malang dan Lumajang. Dengan posisi antara 8°06′ LS dan 120°55′ BT. Gunung Semeru memiliki puncak ketinggian 3.676 meter dari
permukaan laut (mdpl). Mahameru adalah sebutan untuk puncaknya dan Jonggring
Saloko adalah nama kawahnya.
Gunung Semeru adalah gunung berjenis stratovolcano aktif yang
berada di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS). Kawasan ini berada di lahan seluas 50.273,3 Hektar. Selain keindahan panorama alamnya, taman nasional ini juga
kaya akan budaya (suku tengger).
Gunung Semeru memiliki tempat
yang khusus bagi umat Hindu dan Buddha di Indonesia pada umumnya. karena gunung
ini dipersonifikasikan sebagai gunung suci yang berada di India. Dalam kosmologi Hindu dan Buddha, Semeru berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti
Sumeru “Meru Agung”— pusat alam semesta baik secara fisik maupun metafisik
(spiritual). Gunung ini dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para Dewa
(Siwa). Gunung ini juga dianggap sebagai “Lingga Acala”, lingga yang tidak bergerak sekaligus lingga yang bukan
diciptakan oleh manusia. Dalam bahasa Jawa Kuno, Acala diartikan gunung atau
karang. Dalam Teks-teks “Purana”
India yang tergolong kitab Upaweda (penjelasan lebih lanjut atas Weda) memang
menyebutkan Tuhan Yang Mahatunggal bersemayam di puncak Mahameru, yang dikenal
juga dengan nama Gunung Kailasa atau Gunung Himawan.
Legenda Gunung Semeru, dalam kitab Tantu
Panggelaran berbahasa Jawa Tengah, dalam bentuk prosa menceritakan, ketika
tanah Jawa masih tidak seimbang, belum stabil, Batara Guru menitahkan para Dewa
memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah Bharatawarsa (India) untuk dibawa
ke Jawa. Titah itu laksanakan para Dewa. Puncak Gunung Mahameru akhirnya dipenggal,
kemudian diterbangkan ke tanah Jawa dan Jatuh disisi barat pulau Jawa, tanah
Jawa berguncang. Bagian timur Jawa terangkat, sedangkan bagian barat Jawa
justru malah tenggelam.
Potongan puncak Gunung Mahameru itu pun dibawa
kembali ke arah timur. Sepanjang perjalanan dari barat ke timur tanah Jawa,
bagian-bagian puncak Gunung Mahameru itu ada yang berjatuhan.
Bagian-bagian yang jatuh itu akhirnya tumbuh menjadi enam
gunung kecil yaitu Gunung Katong (Gunung Lawu, 3.265 mdpl), Gunung
Wilis (2.169 mdpl), Gunung Kampud (Gunung Kelud, 1.713 mdpl), Gunung Kawi
(2.631 mdpl), Gunung Arjuna (3.339 mdpl), dan Gunung Kemukus (3.156 mdpl)
Begitu sampai di bagian timur ternyata pulau Jawa masih tetap tidak
seimbang. Akhirnya para Dewa pun memutuskan untuk memotong bagian puncak gunung
Semeru kemudian menjatuhkanya di sebelah
barat laut, dan potongan ini membentuk gunung baru, yakni Gunung Pawitra, atau
yang sekarang akrab kita kenal dengan nama Gunung Pananggungan. Legenda Gunung Semeru ini memberikan gambaran terkait penyebaran agama Hindu paham Siwaistis dari tanah India ke negeri
Nusantara yang berpusat di tanah Jawa, dan meninggalkan pengaruh besar terhadap
kepercayaan dan kebudayaan suku Tengger hingga saat ini.
Selain keindahan alam dan legenda keberadaannya,
di Gunung Semeru terdapat peninggalan
arkeologi berupa Arca (Arcopodo) dan Prasasti Kumbolo. Menurut Dwi Cahyono,
Dosen, Arkeologi Universitas Negeri Malang dalam wawancaranya di salah satu website mengatakan, bahwa prasasti Kumbolo diperkirakan peninggalan
zaman Kerajaan Kediri, sedangkan
Arcopodo diperkirakan peningalan zaman Kerajaan Majapahit.
Masa Kerajaan Hindu-Buddha di daerah Jawa Timur dibagi ke dalam tiga periode.
Periode pertama adalah Kerajaan Kediri yang
memerintah sejak abad ke 10M hingga tahun 1222 M. Periode kedua masa Kerajaan Singosari yang memerintah tahun 1222 M hingga
tahun 1293 M. Dan periode ketiga masa Kerajaan Majapahit yang memerintah dari tahun 1293 M
hingga abad ke 6. Dapat disimpulkan bahwa kedua peninggalan
arkeologi di Gunung Semeru adalah peninggalan purbakala yang
kaya akan nilai historis dan budaya.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
Untuk mencapai kaki Gunung Semeru
kita harus melakukan perjalanan cukup jauh dan panjang
dan datar melwati beberapa pos. Perjalanan mendaki gunung yang sebenarnya
dimulai dari Pos Kalimati – Arcopodo – Pucak. Pihak pengelola Taman Nasional sangat
tidak menganjurkan pendaki mendaki melebihi batas
Kalimati menuju Puncak Mahameru. Pengelola hanya bertanggung jawab atas
asuransi yang diberikan untuk pengunjung,
sampai Kalimati saja,
di luar
batas tersebut sudah termasuk tanggung jawab perseorangan bagi pendaki yang
ingin menuju puncak.
Tidak heran jika disarankan
untuk tidak mendaki Puncak Mahameru karena sulitnya jalur dan besarnya bahaya
yang mengintai jika kita lengah dan salah melangkah, nyawa yang menjadi
taruhannya. Tapi jika ingin tetap mencapai puncak, kita perlu tahu cara dan
tips mendakinya demi keselamatan kita. Belajar dari
pengalaman dan informasi yang kami peroleh,
area yang kita lewati adalah batas vegetasi atau area tanpa adanya tumbuhan. Jalur lautan
pasir ini kemiringannya hampir mendekati 80°, sehingga ketika kita mendaki harus terus
menerus mendengak ke atas untuk melihat
jalur. Tanah yang dipijak adalah
pasir lepas,
jadi ketika kaki mendaki tiga
langkah ke atas akan turun lagi
dua langkah ke bawah. Selain harus memerhatikan langkah,
kita juga perlu waspada pada runtuhan batu besar dari atas. Saat
beristirahat sebaiknya
bersembunyi di antara belahan pasir yang dapat melindungi kita jika ada batu yang jatuh. Jaga
jarak yang tepat dengan teman untuk bisa saling memeringatkan ketika ada batu
yang jatuh. Kunci mendaki Puncak Mahameru adalah kewaspadaan, hati-hati, penuh
perhitungan, saling menjaga antarrekan satu tim, dan saling membantu.
Menuju Desa Terakhir, Ranu Pane
Malang – Tumpang --->
Bis/Angkot ---> 45 menit
Tumpang – Ranu Pane --->
Truk/Jip---> 3 jam
Perjalanan dari Pulau Bali kami
lanjutkan menuju Malang, kota terdekat menuju Gunung Semeru. Untuk sampai ke
Ranu Pane, desa terakhir, kita harus pergi ke Pasar Tumpang, tempat Kantor Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
berada untuk mendaftarkan izin pendakian.
Kami tiba di Pasar Tumpang
sudah agak sore, dan kami pun menginap di salah satu pondokan bagi para pengunjung
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pemilik
tempat itu bernama Mas Pras, yang sangat ramah sehingga kami nyaman berada di sana.
Surat kesehatan, belanja perbekalan, dan makan malam
adalah tujuan kami. Sambil ditemani dengan the hangat dan kopi, kami sedikit berbincang
sambil mencari informasi terkait perjalanan mendaki esok.
Menuju Atap Pulau Jawa
Menggunakan jip milik
Mas Pras, pagi itu kami berangkat menuju Ranu Pane, desa terakhir sebelum
mendaki Gunung Semeru. Setelah mengurus surat izin masuk dan mendapat pengarahan
dari pengelola, tepat pukul 13.30 kami mulai berjalan di antara ramainya pendaki
yang turun setelah melakukan upacara 17 Agustus 2015 di Puncak Mahameru.
Hutan pinus dan padang rumput yang mengering yang kami
temui pada pendakian 2015, yang panas dan kering.
Empat pos sudah kami lewati, pukul 16.45 kami sampai di Ranu Kumbolo,
setelah beristirahat sejenak kami membangun tenda dan menghangatkan diri dengan
minum minuman hangat. Setelah makan malam dan mengevaluasi perjalanan, kami tidur
untuk mempersiapkan perjalanan esok hari dan target kami adalah bermalam di
Arcopodo.
Inilah Ranu Kumbolo, danau
cantik yang menjadi impian banyak pendaki untuk dikunjungi selain Puncak
Mahameru.
Hari kedua di kaki Gunung Semeru, tujuan utama kami adalah berkemah di
batas vegetasi Cemoro Kandang. Ketika kami mendaki Semeru pada tahun 2015 sedang terjadi musim
kemarau panjang. Terjadi kebakaran padang rumput yang menghanguskan semak-semak
di sekitar Ranu Kumbolo.
Jalur yang kami lalui nanti pun masih mengepulkan asap
putih. Untuk itu jika Anda berencana naik Gunung Semeru pilihlah tanggal
setelah musim hujan selesai, di mana curah hujan sudah tidak terlalu tinggi,
namun musim panas baru saja mulai, sekitar bulan Mei-Juni.
Tumbuhan parasit (orang sering mengira padang lavender) yang menghitam, setelah terjadi kebakaran sehari
sebelum kami mendaki. Untuk itu berhati-hatilah ketika membuat api unggun di
gunung, pastikan bara apinya mati ketika meninggalkannya.
Setelah selesai sarapan pagi dan melipat kembali tenda dan peralatan,
kami berangkat lagi menuju Cemoro Kandang. Tanjakan cinta berada di depan mata
ketika kami berangkat dari Ranu Kumbolo menuju Oro-Oro Ombo. Jalur ini kelak
juga akan kami lalui untuk turun kembali dari Puncak.
Perjalanan dari Oro-Oro
Ombo menuju Kali mati tidak terlalu melelahkan karena datar dan luas. Di kiri-kanan
jalur tumbuh padang rumput lavender yang merupakan rumput parasit yang mudah
tumbuh.
Tanjakan Cinta yang berada
persis dibelakang kami, dan harus kami lalui menuju Oro-Oro Ombo setelah
menginap di Ranu Kumbolo, pertatikan pondok pendaki dan tenda-tenda di bawah
sana, menunjukkan tingginya Tanjakan Cinta ini.
Padang tumbuhan parasit yang terbakar. Ketika musim hujan, padang ini ditumbuhi
tanaman Verbena Brasiliensis Vell berwarna ungu yang sehingga bisa disebut
lavender karena warnanya yang sama dan terlihat cantik.
Perjalanan hari ini kami
akhiri ketika mencapai pos Kali Mati setelah melewati pos Cemoro Kandang dan
Pos Jambangan. Kami mendirikan tenda untuk istirahat sore hari sampai menjelang
tengah malam, oleh karena kami akan mendaki puncak tepat 24.00 nanti malam.
Dulu pos terakhir adalah Pos
Arcopodo, namun pos ini sekarang ditutup oleh karena posisi tempatnya yang
kurang memadai untuk dipakai mendirikan tenda. Apa lagi jika jumlah pendaki
yang datang melimpah. Sama seperti ketika mendaki Puncak Anjani, Gunung
Rinjani, kami juga meninggalkan peralatan pendakian kami di tempat kami
mendirikan tenda. Pastikan tenda terkunci sebelum meninggalkan lokasi. Ketika
mendaki puncak, bawalah bekal makanan secukupnya yang langsung bisa dimakan
sebagai penambah energi seperti coklat, biscuit, dan jelly.
Gunung Semeru adalah salah
satu gunung favorit bagi pendaki karena keelokan alamnya, tidak heran jika
pendakian ke Semeru semakin hari semakin ramai. Ini juga harus menjadi
pertimbangan bagi Anda yang ingin mendaki ke puncak, terlebih ketika hendak
naik dan turun pada lautan pasir dan batu, oleh karena labilnya kondisi pasir
dan batu pada tingkat kemiringan ekstrem yang menyebabkan jatuhnya batu-batu
besar.
Setelah istirahat cukup tepat pukul 24.00 kami mulai menuju
puncak Mahameru. Kami tidak sendirian ada beberapa kelompok pendaki lain yang
juga berangkat ke atas. Angin bertiup cukup kencang yang memaksa kami
berlindung di antara gundukan pasir yang cukup aman dari longsoran batu dan
pasir. Semangat, pantang menyerah, dan tekad membaja untuk bisa sampai Puncak
sangat dibutuhkan pada pendakian ke Puncak Mahameru ini, sulitnya medan dan
kondisi cuaca berangin yang menerpa kami.
Tepat pukul 05.30 tanggal
20 Agustus 2015 ketika Sang Surya mulai menyapa kami dengan cahayanya, kaki
kami menjejakkan tapaknya pada atap tertinggi Pulau Jawa, Puncak Mahameru.
Tidak ada yang bisa kami nyatakan kecuali bersyukur kepada Allah Swt yang
menciptakan dunia dengan segala isinya yang luar biasa ini. Dari Puncak ini
kami bisa melihat pantai Laut Jawa di utara. Terima kasih Tuhan dan semesta,
ini lah Indonesia ku.
Terlihat dari jauh penampakan
puncak Mahameru.
Sunrise mulai terlihat ketika
kami sampai di puncak Mahameru.
Kami satu tim di Puncak
Mahameru.
Setelah cukup puas untuk mengabadikan momen luar biasa ini, serta menyantap
makanan di antara angin yang bertiup kencang, pukul 07.00 kami turun kembali menuju
Kali Mati di mana kami meninggalkan peralatan pendakian kami di sana. Pendaki
dilarang berada di Puncak Mahameru lebih dari jam 10.00 pagi, setelah jam itu
sangat berbahaya berada di sana oleh karena angin sudah berputar arah yang akan
membawa asap beracun yang terus menerus di semburkan oleh kawah Jonggrang
Saloka.
Debu mengepul ketika kami berjalan menuruni hamparan pasir dan batu Puncak Mahameru.
Dibutuhkan kehati-hatian ekstra ketika menuruninya.
Gunakan jalur yang sudah ada, dan selalu menjaga jarak dengan rekan yang ada
berada di depan kita.
Perjalanan turun ini lebih
cepat dibanding dengan perjalanan naik, dengan durasi satu jam kami sudah
sampai pada batas vegetasi antara lautan pasir dan sudah adanya tanaman.
Perjalanan kami teruskan dan tiba di Kali Mati sudah cukup siang. Setelah
beristirahat dan makan siang kami melanjutkan perjalan langsam menuju Ranu Pani.
Kami berangkat dari Kali Mati
tepat jam 13.00 dan sampai Ranu Kumbolopukul 14.17, kami istirahat sebentar
sambil menikmati indahnya pemandangan di Ranu Kumbolo, dan tepat pukul 15.00
kami melanjutkan perjalanan melewati pos 4, 3, 2, 1, dan tiba di Ranu Pani untuk malpor kedatangan
kami pukul 17.30.
Kami tidak menginap lagi di
Ranu Pani malam itu, setelah istirahat dan makan malam, pukul 20.00 melanjutkan
perjalanan menggunakan JIP menuju base camp di Pasar Tumpang.
Berakhir
sudah misi kami mendaki Rinjani, Agung, Semeru – Amazing Journey of
Indonesian Paradise. Perjalanan ini kami akhiri dengan doa bersama semoga
alam Indonesia ini terus terjaga agar cerita ini dapat dialami oleh anak dan cucu
kami kelak.
Tips
Memperhatikan dan mematuhi segala
sesuatu yang disampaikan oleh pengurus yang berwenang.
Mencuci atau mandi harus berjarak
5 meter keluar dari bibir danau agar air danau tidak tercemar.
Jika memetik bunga parasite
atau yang biasa disebut bunga lavender harus disimpan rapih agar tidak tercecer
karena mudah tumbuh.
Jika ingin mengambil air di Sumber
Mani (dekat Kali Mati), harus di bawah jam 17.00, untuk bergantian dengan binatang
buas yang minum di tempat tersebut.
Makan dan minum-minuman hangat
sebelum berangkat ke puncak, membawa cemilan dan air secukupnya, membuat diri nyaman dan memakai jaket serta baju secukupnya karena angin pada malam hari di
dataran tinggi bertiup lebih kencang dan memakai alat penghalang pasir yang
masuk kedalam sepatu.
Harus selalu melihat keatas dan keadaan sekitar ketika perjalanan menuju puncak walaupun sedang beristirahat,
serta dilarang menginjak dan duduk diatas batu,
karena teksturnya pasir maka batu mudah terjatuh.
Melihat patokan yang diberitahu oleh pengurus TNBTS ketika turun dari puncak Mahameru menuju Kali Mati. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar